Siaran Pers No. 140/DJPT.1/KOMINFO/9/2007
Finalisasi Akhir Menjelang Kick Off Penertiban Penggunaan Frekuensi Radio Secara Nasional Dengan Target Operasi: Frekuensi Radio Untuk Keperluan Penyiaran, Seluler, dan Komunikasi Radio Lainnya


Seperti yang sudah disebutkan pada Siaran Pers No. 125/DJPT.1/KOMINFO/8/2007 tertanggal 18 Agustus 2007 dan Siaran Pers No. 135/DJPT.1/KOMINFO/9/2007 tertanggal 4 September 2007, sejauh ini Ditjen Postel tetap dalam tahap persiapan dan bahkan sudah memasuki fase finalisasi akhir menjelang akan dilakukannya program penertiban penggunaan frekuensi radio secara nasional yang menurut rencana akan diadakan dalam waktu dekat ini. Secara kebetulan pula, rencana penertiban tersebut telah mendapatkan dukungan dan kerjasama dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) berdasarkan surat resminya No. 302/K/KPI/08/07 tertanggal 28 Agustus 2007 yang dikirimkan oleh Ketua KPI kepada Menteri Kominfo. Adapun maksud penertiban ini adalah sebagai berikut, yaitu untuk: menjadikan seluruh frekuensi radio yang bebbbbrsih dari penggunaan frekuensi yang tanpa ISR (Izin Stasiun Radio); mengajak masyarakat untuk mematuhi ketentuan penggunaan frekuensi radio sesuai dengan peruntukannya; mengurangi jumlah gangguan terhadap pengguna frekuensi radio bagi berbagai keperluan; dan menjadikan frekuensi radio sebagai media yang dapat mendukung sektor telekomunikasi secara ekonomis dan tepat manfaat secara nasional. Sedangkan tujuannya adalah: terciptanya tertib penggunaan frekuensi radio secara nasional; dan terciptanya kesadaran masyarakat untuk mematuhi peraturan perundang-undangan tentang penggunaan spektrum frekuensi radio.

Khusus untuk radio siaran FM dan televisi siaran, seluruh stasiun radio dan televisi siaran yang tidak memiliki izin penggunaan frekuensi radio (ISR) dari Ditjen Postel, dihimbau untuk harus segera menghentikan pancaran penggunaan frekuensi radionya (off air), terkecuali stasiun radio dan televisi siaran yang dalam proses penanganan KPI/KPID dan tidak mengganggu pengguna lain yang sudah memperoleh ISR (eksisting dan penerbangan). Radio komunitas tetap terakomodasi sejauh menggunakan kanal 202, 203 dan 204. Satu radio komunitas dalam satu wilayah layanan dalam radiusnya maksimum 2,5 km. Akan halnya layanan televisi siaran komunitas, maka radius maksimumnya juga hanya 2,5 km. Televisi komunitas dapat menggunakan kanal di luar jatah kanal di wilayah layanan untuk lembaga penyiaran swasta atau publik dan tidak mengganggu kanal lain di wilayahnya dan wilayah yang berdekatan.

Demikian pula dengan penyelenggara seluler, maka penyelenggaraan seluler yang memiliki ISR namun tidak sesuai dengan administrasi dan spesifikasi teknis peruntukannya perlu diberi peringatan sampai dengan terpenuhinya aspek administrasi dan spesifikasi teknisnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bagi penyelenggaraan seluler yang belum memiliki ISR namun sudah mengajukan permohonan ISR dan sudah membayar BHP Frekuensi Radio dimana saat ini masih dalam proses menunggu penerbitan ISR, akan dikoordinasikan langkah tindak lanjutnya. Namun demikian, bagi penyelenggara seluler yang belum memiliki ISR (BTS dan microwave tanpa ISR) dan belum mengajukan permohonan ISR (termasuk belum membayar BHP Frekurensi Radio), maka entitas jenis ini akan langsung menjadi target utama penertiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penertiban juga ditujukan untuk pelanggaran gangguan frekuensi yang digunakan secara out of band. Di samping itu, dalam hal terjadinya perbedaan data dengan fakta lapangan, perlu tindakan penyelesaian ISR dan penyesuaian pembayaran BHP.

Khusus untuk komunikasi radio (Komrad), akan dilakukan "pemutihan" (penyesuaian) ISR terhadap ISR yang perpanjangannya telah dilakukan oleh Pemda. Dalam hal ini izin masih tetap berlaku sampai masa izin berakhir dan selanjutnya diperpanjang untuk diterbitkannya ISR baru dengan catatan sepanjang data teknis dan administrasinya tidak berubah dimana BHP Frekuensi Radio akan diperhitungkan kembali sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan terhadap ISR yang penerbitan barunya dikeluarkan oleh Pemda akan dilakukan evaluasi teknis kembali, khususnya terhadap kesesuaian peruntukannya dan potensi adanya gangguan, dimana frekuensi radio yang telah ditetapkan oleh Pemda dapat dicabut, dan BHP Frekuensi Radio diperhitungkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan pengoperasiannya dapat diperbolehkan sampai dengan berakhirnya tanggal masa laku izin yang diterbitkan oleh Pemda (maksimum 1 tahun). Target berikutnya yaitu terhadap penggunaan radio amatir dan KRAP, maka hanya dilakukan pendataan ulang (validasi) terhadap stasiun radio yang eksisting.

Keseluruhan pelaksanaan penertiban secara terpadu ini akan mengacu pada pola proses sebagai berikut (dengan keterangan: untuk seluler dalam proses artinya sudah membayar BHP; TV dan Radio Siaran dalam proses artinya dalam proses EDP; untuk Komrad, artinya ISR dari Pemda diberi toleransi sampai berakhirnya masa lakun ISR-nya):

Penyelenggaraan

Ada ISR

Tidak Ada ISR

Sesuai

Tidak Sesuai

Dalam Proses

Belum Ada Permohonan/Proses

Seluler

OK

P (diberi peringatan dan dipantau kepatuhannya)

K (dikoordinasikan lebih lanjut prosesnya)

T (penghentian pancaran/off air dan diarahkan untuk memproses sesuai ketentuannya)

TV Siaran

OK

P

K

T

Radio Siaran

OK

P

K

T

Komrad

OK

P

K

T

Mengingat tahap waktu pelaksanaan penertiban sudah di ambang waktu, maka publik yang menggunakan frekuensi radio namun belum memiliki ISR dihimbau untuk sangat segera melakukan pengurusan perizinan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Informasi tentang pengurusannya ini dapat dilakukan dengan menghubungi Kantor Unit Pelaksana Teknis Monitor Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit setempat yang berada di ibukota provinsi di seluruh Indonesia (atau di kota-kota lainnya tertentu yang juga ada UPT Ditjen Postel namun tidak di ibukota provinsi seperti di Merauke, Balikpapan dan Tangerang) atau Kantor Direktorat Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit dengan alamat: Jl. Medan Merdeka Barat No. 17 Gedung Sapta Pesona, Loket Pelayanan Lt. 2, Jakarta 10110, Telp: 021. 3522915, Fax: 021l. 3455706 dan email: customer_care@postel.go.id . Pemberitahuan alamat yang harus dituju ini sangat penting, karena sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, maka pada lampiran huruf Y tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Komunikasi dan Informatika, khususnya pada Sub Bidang Pos dan Telekomunikasi, khususnya lagi pada Sub Sub Bidang Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Orsat), disebutkan bahwa pembagian urusan tersebut adalah sebagai berikut:

No.

Kewenangan Urusan

Pemerintah

Pemerintah Daerah Provinsi

Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota

1.

Perumusan kebijakan di bidang penataan, penetapan, operasi, sarana frekuensi radio dan orsat.

-

-

2.

Perumusan norma, kriteria, pedoman dan prosedur di bidang penataan, penetapan, operasi, sarana frekuensi radio dan orsat.

-

-

3.

Pelaksanaan penataan, penetapan, operasi, sarana frekuensi radio dan orsat.

-

-

4.

Pemberian perizinan penggunaan frekuensi radio dan orsat.

-

-

5.

Pelaksanaan analisa dan evaluasi di bidang operasi frekuensi radio dan orbit satelit.

-

-

6.

Perumusan rencana dan alokasi spektrum frekuensi radio dan orsat.

-

-

7.

Penetapan tabel alokasi spektrum frekuensi radio dan orsat.

-

-

8.

Penyusunan rencana induk frekuensi radio.

-

-

9.

Penyusunan dan penetapan kajian teknis sistem alat dan atau perangkat yang menggunakan frekuensi radio.

-

-

10.

Penetapan persetujuan alokasi frekuensi radio (allotment).

-

-

11.

Pelaksanaan koordinasi spektrum frekuensi radio dan orsat dalam forum skala bilateral, regional dan internasional.

-

-

12.

Perumusan hasil koordinasi forum tersebujt untuk dapat dilaksanakansesuai ketentuan internasional.

-

-

13.

Penghimpunan dan tindak lanjut pengaduan negara lain tentang adanya gangguan interferensi frekuensi radio yang bersumber dari Indonesia .

-

-

14.

Tindak lanjut pengaduan adanya interferensi yang bersumber dari negara lain.

-

-

15.

Pelaksanaan penetapan (assignment) penggunaan frekuensi radio sesuai alokasi frekuensi radio.

-

-

16.

Pelaksanaan teknikal analisis.

-

-

17.

Pengelolaan loket penerimaan berkas izin frekuensi radio.

-

-

18.

Penetapan ketentuan dan persyaratan perizinan frekuensi radio.

-

-

19.

Pelaksanaan penetapan biaya hak penggunaan frekuensi radio.

-

-

20.

Penerbitan izin stasiun radio.

-

-

21.

Pelaksanaan verifikasi izin stasiun radio.

-

-

22.

Pelaksanaan penugasan kepada unit pelaksana teknis untuk monitoring spektrum frekuensi radio.

-

-

23.

Pelaksanaan inspeksi instalasi alat/perangkat yang menggunakan spektrum dan kesesuaian standardnya.

-

-

24.

Pelaksanaan penegakan hukum.

-

-

25.

Pelaksanaan rekayasa teknik spektrum.

-

-

26.

Pengelolaan sarana dan prasarana monitoring frekuensi radio dan orsat.

-

-

27.

Pengelolaan database frekuensi radio Indonesia .

-

-

28.

Penetapan peraturan, standard pedoman penggunaan spektrum frekuensi radio dan orsat.

-

29.

Pedoman pembangunan sarana dan prasarana menara telekomunikasi.

-

-

30.

Penetapan pedoman kriteria pembuatantower .

-

Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menara telekomunikasi sebagai sarana dan prasarana telekomunikasi.

31.

-

Pemberian izin galian untuk keperluan penggelaran kabel telekomunikasi lintas kabupaten/kota atau jalan provinsi.

Pemberian izin galian untuk keperluan penggelaran kabel telekomunikasi dalam satu kabupaten/kota.

32.

-

-

Pemberian izin Hinder Ordonantie(Ordonansi Gangguan).

33.

-

-

Pemberian izin instalasi penangkal petir.

34.

-

-

Pemberian izin instalasi genset.

Dengan demikian tidak ada lagi pengaturan yang memberi kewenangan secara hukum kepada Pemda untuk berhak pengatur pemberian izin frekuensi radio, sebagaimana yang selama ini menjadi acuannya adalah Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, meskipun hal ini bertentangan pada ketentuan yang lebih tinggi yaitu UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi maupun yang setingkat yaitu PP No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Pasal 33 PP No. 38 Tahun 2007 menyebutkan secara lengkap, bahwa pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No 3953) dan semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembagian urusan pemerintahan dinyatakan tidak berlaku

Sekedar untuk sedikit refresh, UU No. 36 Tahun 1999 Pasal 33 menyebutkan:

  1. Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin Pemerintah.
  2. Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu.
  3. Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit.
  4. Ketentuan penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Searah dengan ayat 4 Pasal 33 UU No. 36 tersebut di atas, demikian pula dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, khususnya Pasal 17 antara lain menyebutkan:

  1. Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi wajib mendapatkan izin Menteri.
  2. Izin penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penetapan penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio.
  3. Ketentuan mengenai tata cara perizinan dan ketentuan operasional penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri (dalam hal ini sudah diatur melalui Peraturan Menteri Kominfo No. 17/PER/M.KOMINFO/10/2005 tentang Tata Cara Perizinan dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. (Sebagai catatan, sesuai dengan Pasal 1 UU No. 36 Tahun 1999 dan Pasal 1 PP No. 53 Tahun 2000, yang dimaksud dengan Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi).

Siaran Pers ini ditujukan untuk selain sebagai bagian dari sosialisasi Ditjen Postel menjelang akan diadakannya penertiban penggunaan frekuensi radio, juga untuk memberi kepastian hukum kepada para pengguna frekuensi radio dalam klasifikasi apapun juga jenis penyelenggaraannya di seluruh Indonesia bahwasanya bagi sebagian dari mereka yang selama ini sempat ragu-ragu dalam mengurus perizinan penggunaan frekuensinya (antara hatus ke pusat auau Pemda) untuk tidak perlu merasa ragu, karena landasan hukumnya ikini sudah sangat jelas, yaitu PP No. 38 Tahun 2007 tersebut dan besaran kewajiban financial yang harus dibayarkan juga sudah sangat jelas, sebagaimana diatur dalam PP No. 28 Tahun 2005. Selain itu, Ditjen Postel tetap mengutamakan pendekatan secara komprehensif dan skala prioritas sebagaimana sudah disebut pada Siaran Pers No. 135/DJPT.1/KOMINFO/9/2007. Artinya, Ditjen Postel tetap memperhitungkan antara yang sedang menjadi atau menyediakan layanan umum yang sangat strategis, yang sudah cukup lama melakukan upaya untuk memproses perizinannya, yang beritikad untuk memngajukan permohonannya dan yang belum pernah sama sekali mengajukan permohonan. Kesemuanya ini dilakukan tanpa mengurangi sikap sangat tegas dalam pemberian sanksi untuk menghindari makin carut marutnya penggunaan frekuensi radio di Indonesia.

Kepala Bagian Umum dan Humas,

Gatot S. Dewa Broto

HP: 0811898504

Email: gatot_b@postel.go.id

Tel/Fax: 021.3860766

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`