Siaran Pers No. 96/PIH/KOMINFO/2012
Hasil Sidang World Conference on International Telecommunication 2012 di Dubai

Sumber ilustrasi: http://farm9.staticflickr.com/8208/8243757273_9eb603be85_z.jpg

Jakarta, 14 Desember 2012). Memasuki minggu kedua Sidang World Conference on International Telecommunication Tahun 2012 (WCIT-12) yang berlangsung di Dubai, United Emirate Arab, pembahasan proposal dari satu negara maupun kawasan (regional proposal) sudah berkurang intensitasnya. Namun pertemuan-pertemuan konsultatif baik di tingkat kawasan maupun di rapat pleno untuk menyamakan pandangan dan kompromi mengenai isu-isu sensitif dan krusial, baik tingkat frekuensinya dan lamanya pembahasan semakin meningkat. Beberapa isu sensitif dan krusial tersebut mencakup antara lain :

Isu hak asasi manusia yang kembali diperdebatkan saat negara-negara seperti Malaysia, Cina, Iran menolak wording "Human Right" masuk dalam dokumen ITR karena secara konstitusi aturan hak asasi manusia sudah diatur dalam level konstitusi yang lebih tinggi dan berlaku bagi semua negara. Sedangkan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Belanda dan negara-negara Eropa pada umumnya tetap menginginkan prinsip-prinsip hak asasi manusia masuk dalam Preamble dokumen revisi ITRs. Dalam perkembangannya, pencantuman prinsip-prinsi hak azasi di Preamble ITRs menjadi isu sentral dan alot diperdebatkan sehingga dikhawatirkan isu ini akan membuat Sidang WCIT-12 menjadi deadlock. Untuk mengatasi hal tersebut, negara-negara yang menolak hak azasi dimasukan ke ITRs menawarkan solusi kompromi yakni akan menerima usulan Amerika Serikat dan pendukungnya tetapi dengan syarat masalah hak akses setiap negara terhadap telekomunikasi internasional juga dimasukan di masukan dalam Preamble ITRs. Namun usulan tersebut ditolak sehinga pimpinan sidang menunda pembahasan isu ini dan beralih ke isu lain. Isu keamanan (security) dan spam kembali dibahas namun kembali terjadi perdebatan baik antara negara-negara berkembang dan negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Organisasi Regional Eropa yang membatasi isu security hanya dalam konteks technical infrastructure saja dan mengusulkan istilah baru "security" menjadi "robustness". Sedangkan mayoritas negara-negara berkembang yang dipelopori negara-negara Arab dan Iran termasuk RRC dan Indonesia lebih cenderung pada penggunaan istilah "security" dalam dokumen ITR, ketimbang "robustness" karena istilah tersebut merupakan istilah resmi yang telah disahkan dalam dokumen WSIS. Draft resolusi internet terkait upaya mendorong berkembangnya Internet Environment yang kondusif yang diminta dimasukkan dalam draft resolusi ITR , dalam pembahasannya terjadi perbedaan pendapat yang cukup tajam. Draft resolusi yang berjudul "to foster an enabling environment for the greater growth of the Internet" didasarkan pada mandat WSIS yang menegaskan bahwa semua pemerintah di dunia harus memiliki peran dan tanggung jawab yang sama dalam rangka tata kelola Internet internasional yang aman dan menguntungkan semua negara dengan mengajak semua stakeholder untuk berperan aktif dalam tata kelola internet internasional yang berbasis multi-stakeholder. Setelah melalui perdebatan yang panjang dan pembahasan yang melelahkan, pimpinan sidang Mr Mohamed Nasser Al Ghanim meminta kepastian posisi negara-negara yang pro dan kontra, dan hasilnya mayoritas negara yang dipelopori oleh negara-negara Arab, Iran, Rusia, RRC termasuk Indonesia mendukung draft resolusi tersebut masuk dalam dokumen ITR. Sedangkan negara-negara maju umumnya seperti Amerika Serikat, Jepang,Uni Eropa menolak draft resolusi tersebut.

Kekhawatiran akan deadlock -nya pembahasan mengenai perlu tidaknya prinsip-prinsip hak azasi manusia dimasukan dalam Preamble ITRs menjadi kenyataan. Sebab dalam sidang yang akan membahas dan memutuskan substansi tiap pasal, resolusi dan appendix dari draf ITRs, Amerika Serikat dan pendukungnya meski tidak mempermasalahkan substansi draft ITRs, tetapi khusus permintaan untuk memasukan hak akses telekomunikasi internasional ke dalam Preamble tetap ditolak Amerika Serikat dan pendukungnya, sehingga pimpinan sidang memutuskan melakukan voting.

Hasil sidang ternyata mayoritas negara-negara ITU menghendaki hak akses telekomunikasi internasional ke publik dimasukan dalam Preamble ITRs, namun keputusan tersebut berakibat Amerika Serikat dan Inggeris menolak menandatangani ITRs hasil voting, sedang pendukungnya yang lain seperti Kanada, Swedia, dan Belanda menyatakan akan berkonsultasi dengan pengambil kebijakan di negaranya masing-masing sebelum memutuskan untuk menandatangani ITRs hasil voting.

Setelah voting terhadap hasil revisi ITRs, Hamadoun Toure selaku Sekjen ITU menyampaikan sambutan yang pada intinya menyatakan bahwa revisi tersebut mengandung banyak manfaat dan capaian diantaranya peningkatan kompetisi dan transparansi penetapan tarif international mobile roaming yang sangat menguntungkan konsumen. ITRs versi baru tersebut tidak hanya meningkatkan keterhubungan para penyandang cacat dan negara-negara kecil kepulauan dan tak berpantai yang sedang berkembang, tapi juga mendorong investasi dan pengembangan broadband dan mobile broadband sehingga membuat masyarakat yang saat ini tidak terhubung bisa memperoleh layanan berbasis pita lebar, termasuk memicu pembangunan berkelanjutan lewat program e-aste dan efisiensi dalam penggunaan energi.

Selanjutnya Sekjen ITU menegaskan bahwa Konferensi WCIT-12 ini sama sekali tidak berkaitan dengan pengaturan internet dan ITRs hasil revisi tidak mengandung pengaturan internet, termasuk masalah content. Lampiran ITRs juga bukan resolusi yang mengikat namun bertujuan mengatasi hambatan pertumbuhan dan pengembangan internet, yang merupakan tugas dan mandat yang telah diberikan negara-negara anggota ITU untuk menghubungkan seluruh dunia, termasuk dua per tiga penduduk dunia yang belum terkoneksi dengan internet. Sidang diakhiri dengan acara mengesahkan Final Act ITRs WCIT-12 dan sekaligus ditutup secara resmi pada hari ini Jumat tanggal 14 Desember 2012 pukul 15.30 waktu setempat.

________

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP: 0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id , Tel/Fax: 021.3504024).

Sumber ilustrasi: http://farm9.staticflickr.com/8208/8243757273_9eb603be85_z.jpg

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`