Siaran Pers No. 94/PIH/KOMINFO/12/2012
Sidang World Conference on International Telecommunication Tahun 2012 (WCIT-12) di Dubai, Uni Emirat Arab

Sumber ilustrasi: www.itu.int/en/PublishingImages/slider/wcit-12.jpg

Denpasar, 12 Desember 2012). Pada tanggal 3-14 Desember 2012 bertempat di Dubai, Uni Emirat Arab, International Telecommunication Union (ITU) menyelenggarakan sidang World Conference on International Telecommunications 2012 (WCIT - 12) untuk mereview dan merevisi ketentuan tentang International Telecommunication Regulations (ITRs). Delegasi RI yang ikut pada konferensi WCIT-12 ini dipimpin oleh Dirjen Aplikasi Informatika dan beranggotakan sejumlah pejabat Kementerian Kominfo (Pusat Kerjasama International, Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Ditjen Aplikasi Informatika), BRTI serta didukung KBRI di Abu Dhabi dan Konjen RI di Dubai.

ITRs merupakan perjanjian (treaty) yang mengatur kerangka kerjasama telekomunikasi internasional yang disepakati di Melbourne, Australia pada tahun 1988. Peninjauan terhadap ITRs dilaksanakan dalam rangka merespon terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam penyelenggaraan telekomunikasi Internasional selama 24 tahun terakhir. Sehingga sangat wajar bahwa sidang WCIT 12 mendapat perhatian yang begitu luas dari para pemangku kepentingan sektor telekomunikasi dan ICT di seluruh dunia. Setidaknya terdapat 160 dari 193 negara anggota ITU (Member States) ITU dan para Sector Members berkumpul dalam sidang tersebut.

Dewasa ini telekomunikasi dan ICT telah menjadi sektor yang sangat strategis dan memberikan banyak kemudahan bagi umat manusia sehingga dipahami bahwa setelah 24 tahun inisiatif untuk menreview dan merevisi ITRs mendapat tanggapan yang beragam oleh publik dunia. Di satu sisi, kerjasama telekomunkasi Internasional yang berlangsung selama ini telah berjalan dengan baik dan memberikan dampak kemajuan yang luar biasa bukan hanya bagi sektor telekomunikasi dan ICT tetapi juga bagi sektor lainnya dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun demikian, milyaran penduduk dunia ternyata ada juga yang masih belum mendapatkan akses telekomunikasi dan ICT, terutama di negara-negara berkembang dan terbelakang. Karena itu, diperlukan suatu penyempurnaan ITRs yang dapat berkontribusi terhadap akselerasi dan pemerataan akses yang berkesinambungan (sustainable). Hal ini sejalan dengan misi Kementerian Kominfo untuk memastikan ketersediaan akses telekomunikasi dan ICT kepada masyarakat di seluruh penjuru Nusantara . Saat ini diperkirakan sekitar 60 juta masyarakat Indonesia telah menjadi pengguna Internet, namun sekitar 190 juta lainnya masih belum mendapatkan hak akses tersebut.

Dalam pidato pembukaannya di hari pertama, Sekjen l ITU, Dr. Hamadoun Toure antara lain menegaskan bahwa Sidang WCIT 12 merupakan salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah telekomunikasi dan ICT. Lebih lanjut dikatakannya, revisi terhadap ITRs harus dilakukan melalui konsensus para Member States sebagaimana tradisi ITU selama itu. Sidang WCIT 12 mengendorse hak-hak azasi Manusia dan kebebasan menyatakan pendapat sebagaimana tertuang dalam Declaration of Human Rights, World Summit Information Society (WSIS) dan ITU. Dalam Sidang WICT 12 juga didiskusi bagaimana pengelolaan internet yang terbaik untuk memastikan keterhubungan seluruh umat manusia di dunia baik melalui telekomunikasi maupun internet. Pernyataan Dr. Hamadoun Toure tersebut diperkuat dengan kehadiran President dan CEO Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN) Fade Chehade sebagai tamu khusus Sidang WCIT 12.

Upaya review dan revisi terhadap ITRs bukan perkara mudah mengingat perjanjian tersebut telah berjalan selama 24 tahun, sementara pada sisi lain perkembangan teknologi telekomunikasi dan ICT maupun layanan ikutannya berlangsung sangat dinamis. Meski demikian semangat untuk menghasilkan konsensus untuk memperbaharui dan menyesuaikan ketentuan ITRs dengan tuntutan yang sedang berkembang. Hal ini tercermin tidak hanya dari banyaknya proposal yang masuk, baik yang diusulkan oleh satu negara maupun sekelompok negara di setiap kawasan, tetapi juga terlihat dari maraknya perdebatan sejak awal berlangsungnya persidangan yang membuat agenda WCIT-12 menjadi rangkaian pertemuan dan pembahasan materi sidang dari pagi hingga malam hari.

Beberapa permasalahan di sektor telekomunikasi dan ICT yang diperjuangkan untuk menjadi bagian dari ITRs baru diantaranya adalah kerangka kerjasama telekomunikasi internasional yang meliputi:

  1. Masalah international Connenctivity, Routing dan Charging yang bertujuan mewujudkan kerjasama telekomunikasi Internasional antar operator secara adil, mendukung pemerataan akses dan menguntungkan bagi semua pengguna.
  2. International Mobile Roaming dalam upaya memberikan transparansi kepada pelanggan dengan memberikan informasi bebas biaya terkait tarif roaming dan nomor-nomor darurat.
  3. Quality of Service dalam upaya memastikan bahwa layanan telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi Internasional terjaga pada tingkat yang memuaskan.
  4. Accesibilities for people with disabilities yang bermaksud mendorong penyediaan akses khusus telekomunikasi bagi masyarakat difabel.
  5. Security dan Countering Spam yang bertujuan mewujudkan keamanan dan efisiensi jaringan telekomunikasi Internasional.
  6. Energy Efficiency dan e-Waste untuk mendorong implementasi teknologi telekomunikasi dan ICT yang hemat energi serta pengelolaan limbah elektronik dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan.

Dalam pembahasan revisi ITRs, Indonesia menyampaikan pasal-pasal tambahan terkait €œBuilding Confidence and Security in the use of ICT," yaitu pasal 1 mengenai €œScope and Purpose€ dan pasal 3 mengenai €œInternational network€ yang tercatat sebagai dokumen resmi ITU nomor 8-E. Terkait dengan penambahan pasal 1 dalam ITRs, Indonesia memperkenalkan konsep kerangka perjanjian tentang cyber security dan menginginkan adanya penambahan aspek keamanan dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi serta aspek penegakan hukum terhadap ancaman-ancaman dunia maya yang tidak hanya menyangkut masalah keamanan jaringan tetapi juga menyangkut perlindungan dan keamanan masyarakat di suatu negara. Sedangkan penambahan pasal 3 menekankan perlunya suatu kerjasama global bagi semua stakeholder melalui pengaturan jaringan international yang terkait dengan kasus-kasus cyber crime sesuai dengan juridiksi masing-masing negara dalam rangka memberikan perlindungan kepada semua entitas baik itu anak-anak maupun masyarakat dan negara .

Indonesia aktif menyampaikan berbagai tanggapan dan masukan, khususnya pada sidang yang membahas masalah Building Confidence and Security in the use of ICT melalui intervensi dengan tujuan agar isu-isu keamanan di dunia menjadi perjanjian yang mengikat (binding global treaty) dan dimuat dalam ketentuan ITRs. Beberapa negara seperti Iran, Cina, Rusia, Arab Saudi memiliki pandangan dan upaya yang sama dengan Indonesia yang menginginkan isu-isu security diatur dalam ITRs. Sementara negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Swedia dan Belanda berpendapat sebaliknya dengan menyatakan bahwa isu-isu keamanan tidak perlu diatur dalam ITRs, karena bertentangan dengan Resolusi Nomor 130 Guadalajara Tahun 2010, dan mengusulkan istilah baru yaitu "robustness" sebagai penganti istilah security dalam ITRs .

Namun Indonesia tetap berpendapat bahwa ITU melalui ketentuan ITRs seyogyanya berperan penting sesuai mandatnya untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat di seluruh dunia dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (internet) dengan menjamin ketersediaan akses telekomunikasi dan internet yang aman dan terjangkau bagi masyarakat di seluruh dunia. Pandangan tersebut sejalan dengan dengan mandat WSIS, dimana ITU merupakan organisasi antar pemerintah (intergovernmental organization) yang ditugasi untuk melaksanakan mandat WSIS, khususnya Action Line C5 yang terkait "Building Confidence and Security in the Use of ICTs".

Hingga saat ini Sidang WCIT-12 masih terus berlangsung dengan tingkat pembahasan yang makin intensif, seperti pendefinisian ulang istilah-istilah dalam ITRs yang sedang direvisi seperti telekomunikasi, dimana negara maju tidak menginginkan perluasan definisi telekomunikasi sementara negara-negara berkembang sebaliknya, pemilihan istilah recognized operating agency (ROA) atau Operating Agency (OA) untuk penyelenggara telekomunikasi, terminologi robustness dan security, SPAM, serta perlu tidaknya internet diatur dalam ITRs. Topik-topik pembahasan tersebut yang nampaknya semakin meningkat hingga penandatangan ITRs baru yang dijadwalkan akan dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 14 Desember 2012. Sidang WCIT-12 diselenggarakan dengan mengemban transparasi dan publik dunia turut diundang untuk memantau berjalannya sidang melalui Webcast yang dapat diakses melalui situs resmi Sidang WCIT 12: www.itu.int/en/wcit-12 .

----------

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP: 0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id , Tel/Fax: 021.3504024).

Sumber ilustrasi: www.itu.int/en/PublishingImages/slider/wcit-12.jpg

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`