Siaran Pers No. 125/DJPT.1/KOMINFO/8/2007
Penyelenggara Penyiaran Yang Tidak Berizin Diharuskan Menghentikan Siarannya (Off-Air) dan Ditjen Postel Akan Secepatnya Melakukan Penertiban Dengan Berbagai Instansi Penegak Hukum Secara Nasional Tanpa Pandang Bulu


Terkait dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (ditandatangani oleh Presiden RI pada tanggal 9 Juli 2007 dan mulai berlaku sejak tanggal tersebut) yang merupakan pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, maka Ditjen Postel telah melakukan berbagai antisipasi dan persiapan untuk menindak lanjuri PP tersebut, khususnya yang terkait masalah penyelenggaraan penyiaran baik radio siaran maupun televisi siaran. Langkah tindak lanjut ini terpaksa harus dilakukan karena sejauh ini telah muncul dan berkembang lebih jauh dan komplikated tentang terjadinya ketidakteraturan pita frekuensi yang diperuntukkan radio siaran dan televisi siaran sebagai akibat adanya tumpang tinding kewenangan dalam perizinan frekuensi radio untuk penyiaran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah propinsi (antara lain sebagaimana perizinan yang secara sepihak diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Jawa Barat, DKI Jakarta dan Kalimantan Timur, Sumatera Barat dan beberapa daerah lainnya). Ketidakteraturan pita frekuensi tersebut mengakibatkan:

  1. Mengganggu frekuensi untuk keselamatan penerbangan.
  2. Menurunkan kualitas penerimaan radio siaran.
  3. Terjadinya interferensi antar penyelenggara siaran maupun gangguan terhadap pengguna frekuensi di luar pita penyiaran.
  4. Banyak penyelenggara penyiaran yang beroperasi tanpa memiliki ISR baik kanal sesuai master plan maupun mengambil jatah kanal wilayah lain.
  5. Khusus untuk wilayah layanan DKI Jakarta, terdapat radio siaran yang memancar tidak sesuai dengan ketentuan penggunaan kanalnya, yaitu kanal diperuntukkan bagi radio komunitas dengan power rendah namun kenyataan dilapangan digunakan oleh penyelenggara dengan power tinggi seperti radio Suara Metro dan radio TNI-AL.

Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, Ditjen Postel akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

  1. Untuk penyelenggara yang sudah memiliki ISR yang diterbitkan oleh Ditjen Postel, maka Balai/Loka Monitoring Spektrum Frekuensi Radio Ditjen Postel di seluruh Indonesia akan melakukan pengukuran parameter teknis untuk mengecek tingkat kepatuhan penyelenggara penyiaran terhadap ketentuan teknis yang telah ditetapkan (KM 15/2003 untuk radio siaran dan KM 76/2003 untuk televisi siaran). Di samping itu juga akan dilakukan pemetaan wilayah layanan sesuai dengan izinnya.
  2. Sedangkan untuk penyelenggara siaran yang sudah memancar namun tidak memiliki ISR, maka kepada mereka ini dituntut untuk harus mematikan pancarannya (off-air). Dan yang paling penting, Balai/Loka Monitoring Spektrum Frekuensi Radio akan melakukan penertiban tanpa pilih kasih.

Langkah penertiban secara masif yang akan dilakukan oleh Ditjen Postel sebagai tindak lanjut PP No. 38 Tahun 2007 ini bukan dilakukan secara mendadak perencanaannya, karena sebelumnya telah dilakukan program sosisalisasi terhadap penataan teknis operasional radio siaran, yaitu di antaranya yang pernah dilakukan pada 2 Agustus 2007 dan dihadiri oleh sejumlah peserta dari penyelenggara radio siaran FM eksisting se Jabodetabek, PP PRSSNI/PD PRSSNI Jakarta, Banten dan Jabar dan para Kepala atau yang mewakili dari Loka/Balai Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel se Indonesia. Yang bertindak selaku nara sumber dalam sosialisasi tersebut adalah antara lain Dedi Djamaluddin Malik (Anggota Komisi I DPR RI), Kombespol George Supit (Korwas PPNS Mabes Polri), Selamun Yoanes Bosko (Anggota KPI), Agnes Widiyanti (Direktur Penyiaran Ditjen SKDI) dan Tulus Rahardjo (Direktur Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit).

Adapun kesimpulan dari acara sosialisasi tersebut sebagai berikut:

  1. Penyelenggara siaran yang eksisting mengharapkan agar dilakukan penertiban penggunaan frekuensi terhadap pengguna ilegal tanpa pandang bulu, termasuk radio suara Metro dan radio TNI-AL karena sudah terjadi interferensi dan mempengaruhi nilai ekonomis dari radio siaran yang sudah berizin.
  2. Pada prinsipnya kelima narasumber tersebut mendukung dilakukan penertiban frekuensi radio dengan perlakuan yang adil terhadap semua pengguna ilegal. Sikap tanpa diskriminasi ini juga didukung oleh anggota Komisi 1 DPR-RI dan Polri sebagaimana kebijakan tersebut diterapkan oleh Polri dalam melakukan penindakan dalam masalah illegal logging.
  3. Penyelenggara Penyiaran yang telah mengikuti EDP atau yang belum memiliki ISR agar tidak memancar terlebih dahulu (off-air), dan untuk radio siaran yang telah memiliki ISR harus mematuhi ketentuan teknis yang telah ditetapkan.
  4. Setelah diterbitkan PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota diharapkan dapat mengatasi dualisme pemberian izin frekuesi radio.
  5. Konsekuensi diterbitkannnya PP 38/2007 yang mana pengaturan frekuensi radio menjadi terpusat menjadi tanggung jawab yang berat bagi Ditjen Postel karena penggunaan frekuensi radio sudah terlanjur padat.

Kepala Bagian Umum dan Humas,

Gatot S. Dewa Broto

HP: 0811898504

Email: gatot_b@postel.go.id

Tel/Fax: 021.3860766

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`