Siaran Pers No. 53/DJPT.1/KOMINFO/V/2006
Tingkat Pencapaian Koordinasi Satelit Indonesia dan Malaysia dan Peluang Penyelesaian Masalah Landing Right dan Azas Timbal Balik


  1. Sesuai dengan yang telah direncanakan, pada tanggal 4 Mei 2006 pagi telah berlangsung pembukaan pertemuan koordinasi satelit antara Indonesia dengan Malaysia di kantor Ditjen Postel. Pembukaan pertemuan dilakukan oleh Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar selaku tuan rumah dan sekaligus ketua pertemuan yang berhadapan dengan Ketua MCMC (Malaysian Commission on Multimedia and Communication) Datuk Dr. Halim bin Shafie. Kedua pejabat tinggi dari kedua negara tersebut membawa masing-masing rombongan anggota delegasi. Sebelum acara pembukaan, Datuk Dr Halim bin Shafie beserta sejumlah anggota delegasinya telah diterima oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan A. Djalil (yang didampingi oleh Dirjen Postel) di kantor Depkominfo. Pembicaraan kedua pejabat pemerintah dari masing-masing administrator telekomunikasi tersebut berlangsung secara penuh keakraban dan konstruktif.
  2. Di akhir sesi pertama pada pertemuan koordinasi satelit, kedua pimpinan delegasi telah berhasil menanda-tangani suatu "Agreed Minutes" tentang "Satellite Landing Right and Reciprocity". Beberapa hal penting yang disebut di dalam kesepakatan tersebut adalah sebagai berikut, yaitu bahwasanya Pemerintah Indonesia mewajibkan satelit asing untuk harus memperoleh hak labuh seandainya dioperasikan di Indonesia berdasarkan ketentuan regulasi Indonesia yang berlaku yang terkait dengan ketentuan ITU Radio Regulations dan azas timbal balik. Sebagai responnya, Pemerintah Malaysia tidak menunjukkan keberatan terhadap layanan satelit asing terhadap perusahaan yang ingin menggunakannya sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan ITU Radio Regulations dan regulasi Malaysia yang berlaku. Oleh sebab itu, kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan terhadap azas timbal balik (reciprocity). Di samping itu, kedua belah pihak bersepakat untuk mengizinkan perusahaan-perusahaan dari kedua belah pihak untuk untuk menyediakan layanan satelit di kedua negara masing-masing.
  3. Sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam setiap koordinasi satelit, di samping "Agreed Minutes" yang telah disepakati tersebut, pertemuan dilanjutkan dengan pembahasan masalah teknis koordinasi satelit antara kedua delegasi yang berlangsung pada tanggal 4 (sesi siang hingga sore hari) dan 5 Mei 2006. Pertemuan teknis ini berlangsung sangat ketat dan alot. Delegasi Indonesia berusaha mempertahankan posisinya semaksimal mungkin, dan demikian pula sebaliknya yang dilakukan oleh Delegasi Malaysia. Beberapa hal penting yang berhasil disepakati dalam pembahasan teknis ini adalah di antaranya, bahwasanya dengan selesainya koordinasi ini, maka kedua satelit (Palapa Pac 146 di slot orbit 146 E dan Measat-2, Measat 148 dan Measat 2R di slot orbit 148 E) dapat bekerja berdasarkan kriteria teknis yang disepakati.
  4. Dengan demikian, Palapa Pac 146 (yang akan berakhir operasionalnya pada tahun 2012) dapat menotifikasi secara penuh untuk didaftarkan ke ITU, mengingat selama ini kesulitan notifikasi secara penuh selalu muncul berkaitan dengan adanya persoalan dengan Measat-2, Measat 148 dan Measat 2R. Sebagai informasi, setelah tahun 2012, slot orbit 146 E dapat digunakan kembali dengan parameter teknis yang sama yg merupakan tanggung jawab Indonesia. Penyelesaian masalah koordinasi satelit yang terkait dengan posisi kedua satelit tersebut telah melalui serangkaian pertemuan koordinasi satelit yang sangat komplikated selama 7 tahun sejak tahun 1998 dan baru terselesaikan pada pertemuan koordinasi satelit ini (tanggal 5 Mei 2006). Oleh karena itu, kemampuan Delegasi Indonesia untuk dapat mempertahankan slot orbit yang dimiliki oleh Palapa Pac 146 merupakan suatu prestasi yang sangat signifikan.
  5. Dalam koordinasi satelit ini, sama sekali tidak sedikitpun menyinggung masalah keberadaan PT Direct Vision yang menyediakan layanan televisi berbayar Astro yang menggunakan satelit Measat-2 148E, karena pertemuan ini hanya sepenuhnya membahas masalah koordinasi satelitnya itu sendiri dan berbagai hal yang terkait dengan legalitas dan prinsip utama kesepakatan penyelesaian masalah landing right dan imbal balik secara umum. Hanya saja, dengan selesainya koordinasi satelit ini, maka memungkinkan setiap operator telekomunikasi siaran televisi berbayar yang menyediakan layanannya di Indonesia yang menggunakan satelit asing dituntut untuk melakukan penyesuaian izin landing right (atau bagi yang sama sekali belum pernah memperoleh izin landing right harus melakukan prosedur untuk memperolehnya) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 13/P/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Yang Menggunakan Satelit. Sebaliknya, setiap operator telekomunikasi siaran televisi berbayar yang menyediakan layanannya di Malaysia dengan menggunakan satelit yang dimiliki Indonesia harus juga menyesuaikan dengan ketentuan yang diatur oleh Pemerintah Malaysia atas dasar azas timbal balik, atau dengan kata lain tidak boleh ada diskriminasi atau dipersulit oleh Pemerintah Malaysia.
  6. Sebagaimana disebutkan dalam Siaran Pers Ditjen Postel No. No. 53/DJPT.1/KOMINFO/V/2006 tanggal 3 Mei 2006 tentang Koordinasi Satelit Indonesia dan Malaysia disebutkan, bahwa seandainya kedua belah pihak dapat berhasil menyelesaikan persoalan koordinasi satelitnya secara komprehensif dan berdampak resiprokal satu satu lain, maka Ditjen Postel secara fair dan obyektif akan sesegera mungkin menyelesaikan proses penyesuaian penerbitan izin landing right-nya kepada PT Direct Vision sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 13/P/M.KOMINFO/8/2005. Hanya saja, selesainya koordinasi satelit ini tidak otomatis persoalan PT Direct Vision sudah selesai, karena PT Direct Vision masih juga dituntut untuk harus mengurus izin penggunaan spektrum frekuensi radio, khususnya izin stasiun radio (ISR), yang menurut Pasal 3 (3) Peraturan Menteri Kominfo No. 17/P/M.KOMINFO/8/2005 tentang Tata Cara Perizinan dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio, hanya dapat diterbitkan oleh Dirjen Postel.
  7. Delegasi Indonesia dalam pertemuan koordinasi satelit ini sama sekali tidak memiliki kepentingan komersial apapun terhadap deal bisnis yang berlangsung dalam penyelenggaraan siaran televisi berbayar yang dilakukan oleh operator apapun di indonesia maupun Malaysia. Yang penting adalah prinsip nasionalisme yang paling diutamakan dan tidak sedikitpun beranjak pada situasi yang berpotensi dapat merugikan kepentingan nasional Indonesia. Itulah sebabnya dalam perundingan koordinasi satelit ini Delegasi Indonesia diperkuat langsung secara aktif oleh Damos Dumoli selaku Direktur Perjanjian Ekonomi dan Sosial, Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional Deplu RI. Kerasnya sikap Delegasi Indonesia ini adalah sesuai dengan arahan Dirjen Postel yang menekankan pada seluruh anggota delegasinya untuk menunda pertemuan seandainya masih ditemu kenali adanya persoalan yang berpotensi merugikan Indonesia. Namun, pada akhirnya win-win solution ini dapat dicapai dan Ditjen Postel bersedia mempertanggung-jawabkan hasil koordinasi satelit ini publik jika disinyalir ada indikasi yang negatif terhadap kepentingan penempatan satelit Indonesia terhadap Malaysia.

Kepala Bagian Umum dan Humas,

Gatot S. Dewa Broto

HP: 0811898504

Email: gatot_b@postel.go.id

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`