Pendakwah Belum Maksimal Manfaatkan Media Digital

Dirjen SDPPI Ismail menyampaikan kuliah singkat di Masjid Salman ITB, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (21/5/2018).

Bandung (SDPPI) - Dalam era digital sekarang ini, internet memiliki jangkauan jarak dan ruang yang tidak terbatas, namun sayangnya kelebihan media ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pendakwah Islam di Indonesia dalam upaya mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin.

Pernyataan itu disampaikan Dirjen SDPPI, Kemkominfo, Ismail dalam kuliah singkatnya di Masjid Salman ITB, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (21/5), yang diikuti ratusan mahasiswa dan mahasiswi Institut Teknologi Bandung.

Menurut Ismail, dakwah bisa diperluas dengan memanfaatkan dunia TIK, salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan data untuk menentukan strategi berdakwah di media sosial, baik melalui YouTube, Twitter, Facebook, dan lain-lain.

Untuk YouTube, Ismail mencontohkan bahwa dalam bulan Ramadhan ini masyarakat Indonesia yang mengakses video YouTube naik 1,5 kali dibanding bulan-bulan lain. Dengan demikian YouTube merupakan salah satu media yang potensial untuk berdakwah.

“Hal yang menjadi luar biasa adalah kita bisa berpenghasilan juga dengan menggunakan platform ini. Namun sayangnya, channel dakwah di Youtube masih terbilang sedikit dibandingkan dengan kategori channel lainnya. Hal ini menunjukkan kita belum serius untuk memanfaatkan TIK untuk media berdakwah,” katanya.

Dalam kuliah singkatnya berjudul “Menjadi Rahmatan Lil Alamin dengan TIK”, Dirjen SDPPI juga menyampaikan tiga hal penting mengenai dunia TIK, yakni kondisi TIK di Indonesia saat ini, peluang dan tantangan pada era disruptif teknologi, dan contoh manfaat IT untuk kepentingan masyarakat.

Ismail menyampaikan terdapat tiga lapisan (layer) yang membuat komunikasi bisa berjalan dengan baik, yaitu infrastruktur, aplikasi, dan lapisan konten. Indonesia memiliki masalah di sisi lapisan infrastruktur yang belum selesai dibangun, karena Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke sehingga membutuhkan waktu untuk menghubungkan satu dengan yang lainnya.

Pemerintah saat ini sedang dalam proses mengerjakan proyek yang dinamakan Palapa Ring dengan target pada tahun 2019 selesai. Palapa Ring ini memiliki tujuan untuk menghubungkan seluruh Indonesia melalui jaringan serat optik pada jaringan backbone dengan menghubungkan pulau-pulau dan dilanjutkan dengan jaringan akses dengan menggunakan seluler atau kabel optik.

Mengenai kondisi TIK saat ini, Ismail melanjutkan bahwa dari total populasi Indonesia yang 265,4 juta orang, sekitar 130 juta di antaranya merupakan pengguna aktif media sosial, 132,7 juta pengguna internet dan data, dan 250 juta orang pelanggan seluler yang sudah melakukan registrasi.

Sementara perangkat yang paling banyak mereka gunakan adalah telepon seluler (ponsel, tablet, dll) dengan porsi sekitar 91 persen dari presentase populasi dewasa di Indonesia. Rata-rata waktu yang dihabiskan untuk mengakses internet sekitar 8 jam 51 menit dengan platform media sosial yang paling aktif diakses adalah Youtube.

“Waktu untuk melakukan sholat 5 waktu dalam sehari saja tidak sampai dengan rata-rata waktu yang dihabiskan untuk mengakses internet,” jelasnya.

Di sisi lain, Ismail mengatakan bahwa sekarang Indonesia sedang dalam era disruptif teknologi, yaitu kemajuan teknologi yang membuat sektor tertentu terkacaukan atau terganggu.

Dalam sektor transportasi contohnya, dengan kehadiran platform Go-Jek, banyak operator transportasi konvensional yang terpukul. “Apakah Go-Jek menghasilkan keuntungan? Tidak, namun mengapa orang-orang tetap berinvestasi di Go-Jek?,” tanya Ismail.

Saat ini orang berinvestasi bukan lagi melihat seberapa banyak perusahaan itu bisa menghasilkan keuntungan, tapi bagaimana prospek perusahaan tersebut kedepannya.

Contoh lain adalah di sektor keuangan dengan adanya fintech (financial technology) dan sektor industri dengan adanya istilah Industri 4.0 yaitu saat orang mulai diganti dengan robot.

“Dengan kemajuan teknologi seperti saat ini, apakah kita mau berdakwah gini-gini saja?” tanya Ismail lagi kepada jamaah yang mayoritas adalah kalangan mahasiswa. “Kalau hanya dengan metode yang sekarang ini kita hanya bisa menampung paling banyak 200 orang karena adanya keterbatasan, seperti contohnya adalah keterbatasan tempat.”

Menutup kuliahnya, Ismail menyampaikan harapannya kepada para mahasiswa Indonesia, khususnya mahasiswa ITB untuk tumbuh menciptakan kreativitas-kreativitas baru tidak hanya untuk berdakwah namun bisa juga bermanfaat untuk menciptakan lapangan kerja untuk kemashlahatan umat.

Ismail menghadiri acara di ITB dan memberikan kuliah singkat ini dengan didampingi Direktur Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika, Ditjen SDPPI, Mochamad Hadiyana.

(Sumber/foto: Andini Dit Standardisasi/Iwan)

Banner `Layanan Ditjen SDPPI`
Banner `SDPPI Digital Assitant`
Banner `SDPPI Maps`
Banner `IFaS Fest 2023`